Panca Jiwa

Secara bahasa, panca berarti lima, dan jiwa berarti ruh. Panca jiwa adalah lima nilai dasar hidup yang dianut oleh masyarakat pesantren. Kelima nilai dasar itu adalah sebagai berikut:

  1. Keikhlasan
    • Ikhlas adalah falsafah hidup sepi ing pamrih, yaitu spirit yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu bukan karena mengharap adanya keuntungan tertentu setelahnya. Bagi masyarakat pesantren, segala sesuatu haruslah dilakukan sebagai ibadah semata-mata karena Allah. Tidak ada apapun yang diharapkan setelahnya kecuali keridhaan-Nya. Ikhlas adalah nyawa bagi setiap amal. Tanpa keikhlasan, apapun amal yang kita lakukan menjadi tidak berarti di hadapan Allah SWT. Kyai dan seluruh kru edukatif haruslah ikhlas dalam mendidik dan seluruh santri haruslah ikhlas untuk dididik. Seluruh kru pengurus pesantren haruslah ikhlas dalam mengelola dan mengembangkan pesantren sebagai lembaga pelestari dan penjaga ajaran Islam.
  2. Kesederhanaan
    • Suasana kehidupan pesantren dilingkupi oleh prinsip kesederhanaan. Sederhana bukanlah miskin atau melarat. Sederhana adalah spirit untuk selalu hidup tidak berlebihan. Dalam sikap kesederhanaan, terdapat spirit, kekuatan, dan ketabahan dalam menghadapi seluruh perjuangan dan tanggung jawab hidup. Di balik kesederhanaan, terpancar kebesaran jiwa, kepercayaan diri dan keberanian untuk maju, dan pantang mundur dalam menghadapi setiap keadaan.
  3. Berdikari
    • Berdiri di atas kaki sendiri (berdikari) adalah kesanggupan menolong diri sendiri. Santri harus sanggup belajar dan berlatih mengurus kepentingan diri sendiri. Santri harus memaksakan diri untuk belajar berdisiplin dalam segala hal. Selain itu, pesantren sendiri, sebagai sebuah lembaga, juga harus sanggup mandiri sehingga tidak pernah menyandarkan kelangsungan hidupnya kepada bantuan atau balas kasihan pihak lain.
  4. Persaudaraan Islam
    • Setiap muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Kehidupan di pesantren senantiasa diliputi suasana persaudaraan (ukhuwwah islāmiyyah) yang akrab, sehingga segala suka dan duka dirasakan bersama dalam jalinan persaudaraan keagamaan, ukhuwah ini bukan saja selama mereka belajar di pondok, tetapi juga mempengaruhi ke arah persatuan ummat dalam masyarakat sepulangnya dari pondok.
  5. Kebebasan Berpikir
    • Seluruh penghuni pesantren memiliki kebebasan dalam berpikir dan berbuat, menentukan masa depan, dalam memilih jalan hidup, dan lain sebagainya. Tentu saja kebebasan yang dimaksud di sini adalah kebebasan positif dan bertanggung jawab. Setiap orang bebas, namun kebebasannya dibatasi oleh kebebasan orang lain. Setiap orang bebas, namun kebebasannya dikelola dalam koridor peraturan dan norma-noma yang berlaku, baik di pesantren maupun di masyarakat.